H. Muhammad Alfani
(Bahan Perkuliahan Pendidikan Pancasila)
I. Pendahuluan
Hampir 1,5 dasawarsa reformasi telah dijalani rakyat
Indonesia, dengan icon 4 Pilar Reformasi yang meliputi ; Supremasi Hukum,
Demokrasi, Perlindungan terhadap HAM, dan Pemberantasan KKN, namun semakin hari
wajah bangsa masih terlihat muram. Dan bukannya makin terkikis prilaku korupsi,
justeru semakin menggejala dengan modus operandi yang semakin kreatif dan
inovatif. Sumber Daya Alam semakin digunakan bukan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, namun digunakan dan dimanfaatkan segelintir orang apa yang
disebut dengan kaum elite dan pengusaha dan korporasi termasuk pihak asing.
Di bidang penegakan hukum, kita melihat kebobrokan yang
sedemikian rupa yang masih banyak belum berpihak pada rasa keadilan yang paling
mendasar. Hukum yang dicitakan berlaku sama (equal) terhadap semua warga negara dan termasuk pejabat negara
sebagai esensi paham negara hukum (rule
of law) sebagaimana diamanatkan konstitusi terlihat telah diterapkan secara
diskriminatif, tebang pilih.
Bangsa Indonesia yang memiliki Negeri,
terdiri dari tebaran pulau dan kepulauan (Archipelago) dari Sabang
sampai Merauke, dari Natuna sampai ke Timor yang berjumlah sekitar 17.000 pulau
dan sedikitnya 500 suku, ribuan bahasa daerah yang mendukung bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia, terdapat 6 Agama resmi dan berbagai aliran kepercayaan
terhadap Tuhan Y.M.E., serta jumlah penduduk mencapai 237,6 juta jiwa.
Mengelola sebuah bangsa yang plural
memang penuh tantangan. Karena berhadapan dengan berbagai problematika baik
dari dalam maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri kita dihadapkan pada
tantangan berbagai problematika sosial seperti: persoalan kemiskinan dan pengangguran.
Tahun 2010, Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka kemiskinan di Indonesia
sebesar 13,3 persen atau 31 juta orang yang masih berada di bawah garis kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin Indonesia
ternyata lebih banyak dari jumlah penduduk Malaysia yang berjumlah sekitar
28,9 juta orang. Begitu juga dengan jumlah pengangguran sebanyak 8,32 juta jiwa
atau 7,14 persen. Masalah sosial ini semakin kompleks kalau ditambahkan lagi
dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti: gelandangan,
pengemis, PSK, orang dengan kecacatan, orang dengan HIV/AIDS, orang akibat
Narkoba, komunitas adat terpencil, anak jalanan, pekerja anak, jompo telantar
dan lain-lain.
Masalah lain yang seringkali terjadi
adalah masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran hukum, kriminal dan tindakan
teror yang membuat masyarakat tidak nyaman. Padahal jaminan kemananan mutlak diperlukan
untuk memperkuat roda perekonomian nasional.
Perekonomian akan stagnan tatkala
terjadi gangguan keamanan. Kita berharap dengan kewenangan yang telah diberikan
negara, kepada aparat keamanan bisa mencegah terjadinya berbagai gangguan
keamanan, sehingga masyarakat bisa menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Kompleksnya
masalah sosial tentu saja akan menghambat kemajuan bangsa.
Berbagai program pembangunan pun akan
terganggu ketika masalah sosial dan keamanan tidak bisa diredam atau diatasi.
Oleh karena itu, berbagai upaya pemecahan perlu dicarikan solusinya. Salah satu
upaya untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan mensosialisasikan empat
pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yang saat ini lebih populer disebut
empat pilar kebangsaan, yakni meliputi ; Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan
Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan adanya sosialisasi yang
efektif, maka diharapkan akan terbentuk karakter bangsa sebagaimana dinyatakan
dalam pembukaan UUD 1945. Selanjutnya dalam kerangka sosialisasi yang
efektif, sangatlah urgen dan relevan diperlukan suatu pengkajian dan
pemasyarakatan empat pilar dimaksud, guna dapat mengenal, memahami, dan
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan
tersebut.
II. Permasalahan
Berbagai fenomena di atas sebenarnyalah sebagian kecil
dari kompleksnya permasalahan bangsa di tengah arus globalisasi dunia. Menjadi
menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana seharusnya empat pilar
kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dapat benar-benar fungsional dalam menopang
kehidupan berbangsa dan bernegara?
Seberapa jauh Urgensi dan Relevansi Pembentukan Badan
Pengkajian dan Pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ?.
Faktor Penyebab permasalahan di atas, antara lain
1). Masih lemahnya
kesadaran dan pemahaman Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara tersebut,
sehingga masih terdapat masyarakat yang kurang memiliki prinsip yang kokoh dan seringkali
mudah terprovokasi.
2). Masih
terdapatnya kalangan Pemerintah yang kurang mengamalkan keempat Pilar tersebut.
3). Keempat Pilar
tersebut dinilai masih sebatas retorika, misalnya ; demokrasi kita masih
mengutamakan voting daripada menggunakan Sila Keempat Pancasila; Bhineka
Tunggal Ika, nampaknya mulai bergeser ke arah kepentingan politik daripada
kepentingan Bangsa dan Negara.
III. Pembahasan
1.
Kebangsaan Indonesia
Sejarah kebangsaan Indonesia dimulai dari berdirinya
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, di mana tujuan yang hendak dicapai ialah
Indonesia Merdeka. Tahapan berikutnya ialah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
menyatakan bahwa :
I. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku
Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia.
II. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku
Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia.
III. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung
Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Pada 28 oktober 1928
ini pula lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan menandakan kelahiran
pergerakan nasionalisme seluruh Nusantara untuk Indonesia Merdeka. Jelas dan
tegas pemuda Indonesia sepakat bertumpah darah satu tanah Indonesia, berbangsa
satu bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Sejarah kebangsaan
ini berlanjut dengan dideklarasikannya dasar negara Indonesia yaitu Pancasila
pada 1 Juni 1945 dan rumusannya seperti yang termuat pada Alinea IV Pembukaan
UUD 1945 dan pada akhirnya lahir sebuah negara kebangsaan yang bernama
Indonesia dengan adanya Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagai tuntutan
sebagai sebuah Negara bukan sekedar bangsa, maka disusunlah Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang dalam pembukaan alinea III dan alinea IV jelas
menyebutkan, Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang
Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Di sini jelas
bahwa tanggung jawab negara meliputi ; tanggung jawab terhadap dalam negeri
yakni untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan,
tanggung jawab terhadap bangsa-bangsa di dunia internasional yakni ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Impilikasinya, kalau negara kita ingin berperan aktif di dunia
internasional, maka tata kelola dalam negeri harus semakin baik. Karena
bagaimana mungkin dalam kondisi yang kurang kondusif kita akan berperan optimal
dalam dunia internasional.
2. Empat Pilar Kebangsaan
Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia terdapat Empat Pilar, dan yang lebih
populer dikenal dengan sebutan Empat Pilar Kebangsaan. Empat Pilar tersebut
merupakan sumber motivasi dan inspirasi yang telah teruji kebenarannya dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia yakni ;
1). Pancasila
seperti yang termuat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang merupakan Dasar
Negara RI, juga merupakan Falsafah Kehidupan Bangsa Indonesia dan merupakan Kepribadian
Bangsa Indonesia.
2). UUD
1945 yang merupakan menjabaran dari Pancasila sebagai Konstitusi (Hukum Dasar)
Tertulis bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang memuat Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental yang hanya boleh dirobah oleh para pendiri Bangsa
Indonesia yakni Pembukaan UUD 1945. (saat ini para pendiri Bangsa Indonesia
semuanya telah tiada / wafat).
3). Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan amanat dari para pendiri Bangsa
Indonesia yang termaktub dalam batang Tubuh UUD 1945 tentang bentuk negara yang
menyatakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik Indonesia disingkat NKRI.
4). Bhinneka
Tunggal Ika, yang berarti walaupun kita berbeda-beda, namun tetap satu
Indonesia, sebagai perwujudan sila Persatuan Indonesia dari Pancasila.
3. Kritikan Terhadap Empat Pilar Kebangsaan
Walaupun terdapat
Kritikan terhadap Empat Pilar Kebangsaan, namun sifatnya membangun dan setuju
terhadap makna pentingnya bagi keberlangsungan Negara Republik Indonesia ke
depan.
Amien Rais, menyatakan bahwa di samping empat pilar
di atas, perlu dipertimbangkan tiga pilar lainnya yaitu ; Bahasa Indonesia,
Bendera Merah Putih, dan Lagu Kebangsaan Indonesia yaitu Indonesia Raya.
Ali Syarif, menyatakan bahwa Pancasila sebagai Dasar
Negara, perlu dipertimbangkan diposisikan sebagai dasar atau pondasi dari
pilar-pilar lainnya dari pilar kebangsaan yang ada.
Rahadi Zakaria, menyatakan bahwa masih lemahnya
kesadaran dan pemahaman terhadap Empat Pilar Kebangsaan, sehingga perlu disosialisasikan
secara fungsional dalam suatu wadah kelembagaan.
PRA Arief
Natadiningrat, Sosialisasi
Empat Pilar Kebangsaan tersebut, dinilainya masih sebatas retorika, belum
optimal kearah implementasi.
Yenny Zanuba
Wahid, menilai Pemerintah
kurang mengamalkan Empat Pilar Kebangsaan. Menurutnya, karakter yang ada pada
pemegang kebijakan negara ini telah dikalahkan warga perdesaan, yang hingga
saat ini tetap mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Merenungi Negara yang Telah Hilang
Sekurang-kurangnya
terdapat tiga negara besar yang telah hilang dari peta bumi, yakni ; Negara
Saba, Negara Majapahit, dan Negara Uni Sovyet.
1). Negara
Saba, sebagai negara besar yang pernah dipimpin Ratu Siti Bulkis, Isteri Raja
Sulaiman a.s., bin Daud a.s., karena rakyat dan pejabatnya tidak bersyukur atas
kesejahteraan bangsanya dan lemahnya persatuan dan kesatuan sesamanya, maka
saat ini tidak ada lagi dalam peta bumi, walaupun dulunya telah diturunkan
sebanyak 13 Nabi (Rasul).
2). Negara
Majapahit, sebagai negara besar yang luasnya melebihi kepulauan Nusantara juga
tidak ada lagi dalam peta bumi, yang hal ini disebabkan selalu menonjolkan
keunggulan masing-masing pihak tanpa mempertimbangkan kepentingan bangsa dan
negara dengan kata lain rasa persatuan dan kesatuan sangat lemah.
3). Negara
Uni Sovyet, sebagai negara besar yang dianggap sebagai negara adidaya, juga
tidak ada lagi dalam peta bumi. Pada waktu negara dipimpin Presiden Gorbachev
dengan program Glasnost (Keterbukaan) dan Perestroika (restrukturisasi / pembaharuan)
ekonomi. Karena ketidak-siapan penerusnya menggunakan doktrin bangsanya menjadi
doktrin liberal di bawah kepemimpinan Presiden Boris Yeltsin, maka negara Uni
Sovyet bubar menjadi negara serikat yang terdiri dari negara-negara Rusia,
Ukraina, Kazachstan, uzbeckistan, checnya, dll.
5. merenungi Negara yang Pernah Terjajah
Dari
sekian banyak negara yang pernah terjajah, kita kemukakan tiga negara antara
lain ; China, India, dan Indonesia.
1). Negara
China di masa lampau pada saat masih berpenduduk sedikitnya 400 juta jiwa dapat
dijajah oleh bangsa Inggris yang pada waktu itu berpenduduk sekitar 15 juta
jiwa. Hal ini disebabkan lemahnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa akibat
rakyatnya pada waktu itu sebagian besar mengkonsumsi candu yang dipasarkan oleh
bangsa Inggris.
2). Negara
India pernah dijajah bangsa Inggris karena lemahnya persatuan dan kesatuan
bangsanya, dengan politik pecah belah yang bermula di India bagian utara
sebagian besar beragama islam, dengan diangkatnya Mirza Gulam Ahmad sebagai
Nabi baru ummat Islam dan pengikutnya cukup banyak. Dengan demikian ummat islam
yang ada semula, menyatakan Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi palsu, sehingga
persatuan dan kesatuan bangsa menjadi lemah dan sampai terjadi perang saudara
yang ditunggangi oleh bangsa Inggris, dan akhirnya bangsa India secara
keseluruhan telah dijajah di bawah kendali Kerajaan Inggris.
3). Negara-negara
di Nusantara seperti ; Kerajaan-Kerajaan di Pulau Jawa, Kerajaan-Kerajaan di
Pulau Kalimantan, Kerajaan-Kerajaan di Pulau Sumatera, Kerajaan-Kerajaan di Pulau
Sulawesi, Kerajaan-Kerajaan di Kepulauan Maluku, dan Kerajaan-Kerajaan di Pulau
Papua, yang secara keseluruhan penduduknya tidak kurang mencapai 75 juta jiwa,
yang kesemuanya itu dapat ditaklukan oleh Bangsa Belanda yang hanya dengan
tentara berjumlah sangat kecil yakni sekitar 10.000 tentara /serdadu, yang
Gubernur Jenderal Tentara Belanda di Kepulauan Nusantara waktu itu menggunakan
politik pecah belah (devide et empire). Terbukti setelah berdirinya budi Utomo
gerakan persatuan bangsa tahun 1908, dan lahirnya sumpah pemuda tahun 1928 yang
menyuarakan gerakan persatuan dan kesatuan yang hasilnya tahun 1945 bangsa
Indonesia telah lahir dengan mendirikan Negara Republik Indonesia sebagai
negara merdeka, dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
6. Era Orde Reformasi
Sejak
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 telah ada beberapa Orde Kenegaraan,
yakni ;
1). Periode
17 Agustus 1945 – 11 Maret 1966 merupakan fase Orde Lama dipimpin Presiden RI Soekarno.
2). Periode
11 Maret 1966 – 21 Mei 1997 merupakan fase Orde Baru dipimpin Presiden RI
Suharto.
3). Periode
21 Mei 1997 – sekarang dan seterusnya merupakan fase Orde Reformasi.
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk mewujudkan Cita-cita bangsa yang termuat dalam alinea II
Pembukaan UUD 1945, dan untuk mewujudkan Tujuan Nasional yang termuat dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945, menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan pada masing-masing fase Orde ialah berbeda-beda.
Fase
Orde Reformasi dipimpin oleh Presiden RI Baharudin Jusuf Habibi, mulai tahun 1997 sampai dengan April 2000,
kemudian dilanjutkan oleh kepemimpinan Presiden RI Abdurrahman Wahid mulai tahun 2000 sampai dengan April 2003, setelah itu dilanjutkan pula oleh
kepemimpinan Presiden RI Megawati
Soekarno Putri mulai tahun 2003 sampai dengan Oktober 2005, dan sejak saat
tahun 2005 kepemimpinan nasional dipimpin oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono.
Pembangunan di masa orde reformasi
(ORRE), terlaksana kurang optimal, karena Pemerintah dan masyarakat merasa
eforia terhadap tumbangnya rezim Orba, sehingga pelaksanaan Demokrasi secara
berlebihan, mengakibatkan supremasi hukum tidak berjalan secara maksimal, masih
belum optimalnya perlindungan terhadap HAM, dan belum tuntasnya pemberantasan
KKN.
Di samping hal di atas, bangsa
Indonesia banyak menderita dan tantangan karena bencana alam, seperti;
Muntaber, Busung Lapar, Anthrax, Flu Burung, Malaria, Demam Berdarah,
Kekeringan, Air Asin, Kebakaran, Banjir, Angin puyuh, Tsunami, Gempa Tektonik,
Gunung Meletus, dan lain-lainnya.
Tantangan
lainnya, masih tingginya tingkat pengangguran (7,14% dari jumlah penduduk) dan
tingginya tingkat kemiskinan (13,3% dari jumlah penduduk), Masalah sosial ini semakin kompleks
kalau ditambahkan lagi dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
seperti: gelandangan, pengemis, PSK, orang dengan kecacatan, orang dengan HIV/AIDS,
orang akibat Narkoba, komunitas adat terpencil, anak jalanan, pekerja anak,
jompo telantar dan lain-lain.
Masalah lain yang seringkali terjadi
adalah masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran hukum, kriminal dan tindakan
teror yang membuat masyarakat tidak nyaman. Padahal jaminan keamanan mutlak diperlukan
untuk memperkuat roda perekonomian nasional.
Sebagian Pemuda dan Mahasiswa
Indonesia secara Bebas mengaplikasikan UU No.9/1998 tentang kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum berupa unjuk rasa (demonstrasi) yang tidak
mematuhi rambu-rambu dari Undang-Undang dimaksud, sehingga seringkali menimbulkan
arogansi oleh oknum demonstran dan oknum aparat keamanan yang menimbulkan
tindak kekerasan yang tidak sesuai dengan norma pancasila.
Masih terdapatnya arogansi oknum
kepala Daerah menerapkan Undang-Undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah yaitu
UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dengan maksud ;
1). Konsep desentralisasi lebih mengemuka
dibandingkan dengan konsep dekonsentrasi,
2). Pertanggung-jawaban lebih bersifat horizontal
daripada vertikal,
3). Pengaturan yang lebih jelas mengenai alokasi
dana dari pusat ke daerah,
4). Kewenangan pengelolaan keuangan diberikan
secara utuh kepada daerah.
Berdasarkan kepada kedua UU
tersebut, dimulailah pelaksanaan desentralisasi secara nyata di Indonesia,
yang dimulai pada Januari 2001.
Sehubungan dengan maksud pada point
1), yakni adanya dominasi desentralisasi oleh daerah, maka seringkali
menimbulkan konflik / sengketa tapal batas dari perbatasan masing-masing daerah
/ wilayah. Misalnya ; antara Kabupaten Tanah Bumbu dengan Kabupaten Banjar di
Provinsi Kalimantan Selatan. Perebutan Pulau
Lari-Larian / Lerek-Lerekan antara Provinsi Kalimantan Selatan dengan Provinsi
Sulawesi Barat. Dan masih terdapatnya konflik antar suku (etnis), khususnya di
Pulau Kalimantan antara Suku Dayak dengan Suku Madura, antara Suku Dayak dengan
Suku Bugis.
Masih terdapatnya oknum pejabat
pemerintah yang belum optimal menerapkan deregulasi dan debirokratisasi, serta
penerapan regulasi tentang good governance dan clean governance,
baik oknum pemerintah pusat dan oknum pemerintah daerah yang dapat kita ketahui
melalui media massa
nasional. Yang kesemuanya itu rawan terjadinya konflik dan disintegrasi
bangsa yang tidak sesuai dengan falsafah negara Pancasila, terutama Sila
Persatuan Indonesia.
7. Revitalisasi
Empat Pilar Kebangsaan
Pluralisme dan utamanya
multikulturalisme mensyaratkan adanya keterlibatan atau peran serta
antar pihak dalam sebuah komunitas besar bernama bangsa.
Multikulturalisme mensyaratkan persemaian dalam ruang publik
di mana masing-masing saling memberdayakan, tidak sekedar toleransi,
tetapi mempersyaratkan usaha untuk saling memahami antara yang satu dengan yang
lain. Dalam masyarakat multikultur haruslah terjadi komitmen antara
masyarakat budaya yang satu terhadap masyarakat budaya lain dengan segala
karakteristiknya. Kaitannya dengan multikulturalisme, empat pilar kebangsaan
yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesataun Republik
Indonesia, maka keempat-empatnya memberikan pemahaman bersama bahwa
multikuluralisme adalah sebuah tantangan di dalam hidup bangsa Indonesia.
Namun perbedaan entitas di dalam bangsa Indonesia harus di pahami secara
positif bahwa perbedaan dalam hal suku, agama, ras (etnis), bahasa, adat, dan
lain-lain harus diarahkan sebagai sebuah sinergi yang saling memiliki
ketergantungan, saling membutuhkan dan justru menjadi daya tarik
kearah kerja sama, kearah resultante yang lebih harmonis sebagai sebuah
bangsa yang beradab.
Melani Suharli menyatakan bahwa Politik Indonesia -
Mulai lunturnya nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, tak terlepas dari pengaruh globalisasi yang tidak hanya menimbulkan
disorientasi dan dislokasi sosial, tetapi juga menyebabkan memudarnya identitas
nasional dan jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pancasila. Perlu upaya
revitalisasi nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan yakni, Pancasila, UUD 45, NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kondisi seperti ini, tentunya sangat
memprihatinkan kita sebagai anak bangsa. Oleh karena itu, para pimpinan anak
bangsa berusaha untuk mengembalikan nilai-nilai jatidiri bangsa kita yang
termaktub di dalam empat pilar kebangsaan tersebut.
Sebagaimana kita ketahui bersama,
nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi pertiwi yang
terkandung di dalam 4 pilar, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika, kini terlihat dan
terasa sekali mulai luntur dari prikehidupan segenap komponen bangsa. Buktinya,
praktik korupsi semakin merajalela dan konflik horizontal terjadi di mana-mana.
Semakin hari, sudah terlihat terdapat kehidupan yang tidak rukun, damai dan
berkeadilan yang selama ini menjadi ciri khas kehidupan masyarakat Indonesia
yang memiliki dasar negara Pancasila.
Saat ini, kondisi bangsa kita sudah
sangat mengkhawatirkan. Dapat kita lihat bahwa, hampir semua persoalan yang
melanda bangsa ini lebih disebabkan lantaran kita sudah tidak lagi memahami dan
mengamalkan nilai-nilai dan aturan yang termaktub di keempat pilar tersebut.
Mulai dari maraknya praktik korupsi , tawuran di kalangan pelajar dan
mahasiswa, sampai bentrok horizontal di tengah masyarakat.
Berdasarkan keadaan di atas, Empat Pilar
Kebangsaan tersebut, sesungguhnya bukan hanya untuk dimasyarakatkan saja atau
cuma untuk diucapkan semata atau hanya menjadi bahan untuk didiskusikan saja.
Lebih dari itu, empat pilar itu harus menjadi jiwa yang nilai-nilai luhurnya
dapat diimplementasikan menjadi budaya yang senantiasa dihayati diamalkan dan
dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh anak bangsa Indonesia.
Dalam upaya membudayakan nilai-nilai empat pilar pada masyarakat luas, tentu
harus didahului dari diri kita masing-masing agar menjadi teladan sekaligus
mitra bagi masyarakat dengan mengenal, memahami serta mengamalkan nilai-nilai empat
pilar secara utuh dan konsisten.
8. Urgensi dan Relevansi Badan Pengkajian dan
Pemasyarakatan Empat Pilar Kebangsaan
Menurut Tim Sosialisasi Empat Pilar
Kebangsaan (Kehidupan Berbangsa dan Bernegara) MPR RI
menyatakan ;
Negara Indonesia
yang besar dan majemuk adalah realitas yang harus diterima dan disyukuri
sebagai anugerah dari Tuhan Y.M.E, Indonesia memiliki kekayaan
materiil dan immaterial yang tidak ternilai harganya. Kekayaan yang berwujud
kondisi geografis yang strategis, sumber-sumber daya yang potensial, pluralitas
kebudayaan yang harmonis serta kekuatan semangat dan jiwa yang mampu merangkum
ke-Indonesia-an dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Atas dasar semangat dan jiwa
ke-Indonesia-an tersebut, para pendiri bangsa dengan keteguhan hati, yang
disertai dengan cita-cita mulia untuk mewujudkan Indonesia masa depan, menggali
dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa sebagai karakter bangsa
Indonesia ke dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia.
Karakter bangsa yang terangkum dalam
Pancasila menjadi sangat penting untuk terus dihayati, diamalkan, dan
dikembangkan dalam kerangka menjaga dan mempertahankan identitas kebangsaan di
tengah dinamisnya perubahan dan perkembangan jaman saat ini. Karakter bangsa
akan terus menjadi pemandu arah Pembangunan Indonesia di masa kini maupun masa
yang akan datang.
Selama perjalanan bangsa Indonesia,
sejarah menunjukkan bahwa nilai-nilai karakter bangsa sejatinya telah direduksi
oleh kepentingan rezim pemerintahan tertentu. Esensi karakter bangsa yang
idealnya menjadi pusaka bangsa dalam mencapai tujuan nasional dan cita-cita
bangsa, kerap disalah-gunakan untuk mencapai tujuan politik rezim maupun
kepentingan tertentu, menindas lawan-lawan politik, melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme serta melanggengkan kekuasaan.
Era reformasi yang bergulir sejak
tahun 1997 tidak hanya melengserkan kepemimpinan Orde Baru, juga telah merubah
struktur, tatanan, sistem pola-pola kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pembangunan karakter bangsa melalui pelaksanaan P4 dihilangkan
dengan ditetapkannya TAP MPR
RI No.XVIII/MPR/1998 tentang
pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), yang berdampak
pada pembubaran institusi BP7 sebagai institusi yang memiliki kompetensi dalam
pembentukan karakter bangsa.
Dengan dibubarkannya BP7, maka tidak
ada lagi lembaga yang secara fungsional melakukan pemasyarakatan nilai-nilai
luhur Pancasila, dan dalam implementasinya nilai-nilai luhur Pancasila menjadi
semakin kurang dipahami, apalagi diamalkan sebagai landasan ideal dalam
pembangunan nasional. Nilai-nilai luhur Pancasila semakin tergerus oleh
semangat individualisme dan liberalisme karena pengaruh negatif globalisasi
yang mengikis rasa nasionalisme, dan persatuan serta kesatuan bangsa.
Dalam kerangka itu, maka MPR beserta
segenap komponen bangsa lainnya terus menggelorakan kembali nilai-nilai luhur
bangsa yang melalui pemasyarakatan empat pilar kehidupan berbangsa dan
bernegara (Pancasila, UUD NRI, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) kepada seluruh
komponen bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 15 ayat (1) huruf e, UU
No.27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Mengingat Urgensi dan luasnya
cakupan pembangunan karakter bangsa, maka MPR
RI memiliki pandangan bahwa
upaya-upaya pembangunan karakter bangsa perlu dilakukan secara lebih terstruktur,
sistematis, dan masif. Agar pemahaman serta pengalaman nilai – nilai empat pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat dan
menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia dalam wadah NKRI.
Internalisasi karakter bangsa secara
terstruktur, sistematis dan masif keberbagai lapisan masyarakat di seluruh
pelosok tanah air akan berjalan efektif apabila dilakukan oleh perangkat
institusi yang secara fungsional mampu dan mempunyai kewenangan untuk melakukan
tugas pemasyarakatan tersebut, mengingat tidak ada lagi satu pun badan/institusi
yang saat ini secara khusus melakukan pemasyarakatan empat pilar kehidupan
berbangsa dan benegara setelah BP7 dibubarkan.
Terkait dengan hal tersebut, melalui
seminar nasional ini diharapkan dapat memperoleh masukan, saran serta
rekomendasi berbagai hal terkait dengan badan pengkajian dan pemasyarkatan
empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain diperlukan atau
tidaknya sebuah badan / institusi tersebut. Apabila tidak diperlukan, maka
apakah media yang relevan untuk melakukan fungsi tersebut agar internalisasi
nilai-nilai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan
secara masif. Namun apabila diperlukan adanya badan tersebut, perlu dilakukan
pengkajian secara komperhensif mengenai berbagai aspek kelembagaan, tugas dan
fungsi, kewenangan, metode, dan materi permasyarakatan, serta aspek-aspek
lainnya agar badan tersebut dapat efektif dan efisien
9. Pengkajian dan Pemasyarakatan Empat Pilar
Kebangsaan
Berdasarkan uraian-uraian di atas,
kita ketahui bahwa sudah cukup mengkhawatirkan keadaan ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang cukup fatal
dapat menyebabkan disintegrasi bangsa dan memungkinkan seperti ; negara-negara
Saba, Majapahit, dan Uni Sovyet yang hilang dari peta bumi jika tidak
sesegeranya diantisipasi dan diatasi. Oleh karena itu, dalam rangka memperkuat karakter bangsa diperlukan
sosialisasi empat pilar kebangsaan kepada segenap elemen bangsa baik pada
aparat pemerintahan, partai politik, organisasi kemasyarakatan maupun para
pelajar, guna menanamkan jiwa dan semangat nasionalisme serta
patriotisme.
Pimpinan dan segenap komponen bangsa
Indonesia hendaknya lebih waspada, mengingat kondisi saat ini kita melakukan
program transfaransi (keterbukaan) dan reformasi yang memiliki kemiripan
program di akhir kebangsaan Uni Sovyet dengan program glasnost (keterbukaan)
dan perestroika (restrukturisasi atau reformasi ekonomi) yang menyebabkan
negara Uni Sovyet bubar menjadi negara-negara serikat.
Kewaspadaan bangsa Indonesia
tersebut hendaknya diimplementasikan dengan melakukan pengkajian dan
pemasyarakatan (pengamalan) Empat Pilar Kebangsaan atau Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara kepada segenap komponen masyarakat, bangsa dan negara secara
fungsional oleh suatu badan atau lembaga.
Sebagai pembanding di era Orde Baru
pernah the declaration of independen seperti ; P4. San Min Chui konsepnya Dr.
Sun Yat Sen yang menjadi milik China,
yang wajib dihafalkan oleh seluruh penduduk China? Atau Tri Konsepnya Perancis.
Liberte, egalite, fraternite, jadi mata pelajaran wajib di
Sekolah-Sekolah.
Selanjutnya proses sosialisasi empat
pilar kebangsaan ini bisa diintegrasikan dengan berbagai even yang telah
berjalan sehingga bisa lebih efektif dan tepat sasaran. Khusus sosialisasi terhadap
para pelajar dan mahasiswa serta pemuda yang merupakan generasi harapan bangsa,
maka sosialisasi empat pilar kebangsaan bisa diintergrasikan ke dalam mata
pelajaran yang sudah ada seperti: Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan
Agama.
Dengan demikian, bangsa ini akan
mengenal, memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam
empat pilar kebangsaan tersebut, antara lain: nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa (tauhid), demokrasi (musyawarah), Hak Asasi Manusia, Pluraritas Persatuan dan
Kesatuan, dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang harmonis serta mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Karena nilai-nilai tersebut juga akan menjadi landasan idiil kehidupan
bersama
IV. Penutup
Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tergantung pada kita semua komponen
bangsa, apakah tetap teguh dan setia kepada empat pilar kebangsaan yang sudah
diciptakan oleh para pendiri bangsa Indonesia, yakni ;
1). Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, Pancasila sebagai Falsafah Hidup
Bangsa Indonesia, Pancasila
sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia,
2). Undang-Undang Dasar 1945 yang pembukaannya
merupakan pokok kaidah negara yang fundamentil.
3). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai Tanah Air Bangsa Indonesia.
4). Bhinneka Tunggal Ika, menyadari bahwa bangsa
Indonesia memiliki multi kultur dan plural, namun tetap satu Indonesia, sebagai
pengamalan Sila Persatuan Indonesia pada Pancasila.
Dengan dukungan penuh segenap
komponen bangsa terhadap pengkajian dan pemasyarakatan Empat Pilar Kebangsaan
dan tetap teguh serta setia kepada empat pilar kebangsaan tersebut, maka insya
Allah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan tetap eksis sampai akhir
zaman. Aamiin ya Robbal’alamien.
V. Rekomendasi
1. Untuk Pengkajian dan Pemasyarakatan Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Empat Pilar Kebangsaan), sangatlah
urgen dan relevan dilaksanakan oleh lembaga secara fungsional.
Lembaga
dimaksud dapat menambah fungsi baru dari Lemhanas, atau membentuk lembaga baru
secara fungsional berada di bawah Presiden dengan dukungan DPR
RI, DPD RI, dan MPR
RI.
2. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di
Sekolah-sekolah dan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, hendaknya
dikembalikan ke nama semula, yakni ; Pendidikan Moral Pancasila.
VI. Referensi
Adhariani, 02/04/2012, DPD RI Sosialisasikan 4
PILAR Berbangsa, Tapin
http://www.tapinkab.go.id/content/dpd-ri-sosialisasikan-4-pilar-berbangsa
Ali Syarief, 2011, Hari Gini Sosialisasi 4 Pilar
Kebangsaan,
http://muda.kompasiana.com/2011/11/28/hari-gini-sosialisasi-4-pilar-kebangsaan/
Amien Rais, 2012, Inilah Pilar Kebangsaan Versi
Amien Rais
http://news.detik.com/read/2012/04/09/001040/1887358/10/inilah-7-
pilar-kebangsaan-versi-amien-rais
Herlini Amran, 11 Juli 2011, Revitalisasi 4 Pilar
Kebangsaan, Anggota Komisi VIII Fraksi PKS Dapil Kepri
Majelis Rektor PTN dan Kopertis, 4 Mei 2011, Deklarasi
Untuk Mengawal Perwujudan Empat Pilar Kebangsaan, Jakarta
Manunggal K. Wardaya, 2010, Empat Pilar Kebangsaan
Sebagai Acuan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah, Sarasehan di Rawalo
Kabupaten Banyumas, 20 Desember 2010.
Melani Suharli, 2011, Mendesak, revitalisasi 4
Pilar Kebangsaan
Suharli:%20Mendesak,%20Revitalisasi%204%20Pilar%20Kebangsaan
Muhammad Alfani, 2012, Pendidikan Pancasila,
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al
Banjary, Banjarmasin
Panitia, 2012, Kerangka Acuan Seminar Nasional,
Urgensi dan Relevansi pembentukan Badan Pengkajian dan Pemasyarakatan Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, MPR
RI, Jakarta.
Pikiran Rakyat, 23/03/2012, Empat Pilar Kebangsaan
Dinilai Hanya Retorika,
Bandung, http://www.pikiran-rakyat.com/
Rahadi, 2011, Pemahaman Empat Pilar Kebangsaan
Lemah, Karawang
http://buserkriminal.com/?p=2382
Sudharto,2011, Multikulturalisme Dalam Perspektif
Empat Pilar Kebangsaan
http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/civis/article/view/14
Suryokoco
Suryoputro, 4 Pilar Kebangsaan, Gagasan Lupa Sejarah dan Pembodohan
http://politik.kompasiana.com/2012/04/06/4-pilar-kebangsaan-gagasan-lupa-sejarah-dan-pembodohan%E2%80%A6/
Yenny Zanuba Wahid, Pemerintah Kurang Mengamalkan
4 Pilar Kebangsaan
http://www.youtube.com/watch?v=a7-fDasStyU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar, tulis nama anda setelah anda mengomentari