1. Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan?
2. Kemiskinan itu terjadi pada saat perekonomian suatu Negara mencapai puncak atau lembah?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?
4. Bagaimana cara mengatasi kemiskinan di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan ?
Jawaban :
1. Untuk menjawab apa yang dimaksud dengan kemiskinan, dapat jelaskan dengan uraian sederhana sebagai berikut :
1). Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
2). Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
3). Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
(1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
(2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
(3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
4). Kemiskinan dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu : Kemiskinan relatif dan Kemiskinan absolut.
(1) Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
Distribusi dan Ketimpangan Pendapatan
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumahtangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh yaitu koefisien Gini (Gini Ratio).
Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada. Dalam ilmu Ekonomi Industri, Koefisien Gini juga dapat dipergunakan untuk melihat konsentrasi pasar.
(2) Kemiskinan Absolut
1. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran financial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
2. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
3. Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah US $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah US$2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2010 lebih dari 1,1 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari US$1/hari dan 2,7 miliar orang di dunia mengkonsumsi kurang dari US$2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi kurang dari 21% pada 2010. Melihat pada periode 1981-2010, persentase dari penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan US$1/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari US$1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari US$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2010.
4. Proyek Borgen menunjuk pemimpin Amerika memberikan US$230 milyar per tahun kepada kontraktor militer, dan hanya US$19 milyar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Perkembangan Milenium PBB untuk mengakhiri kemiskinan parah sebelum 2025.
5. Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."
5). Terminologi Kemiskinan Lainnya
Terminologi lain yang juga pernah dikemukakan sebagai wacana adalah kemiskinan structural dan kemiskinan cultural. Soetandyo wignjosoebroto dalam “Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” yang dirangkum oleh Suyanto (1995:59) mendifinisikan “Kemiskinan stuktural adalah kemiskinan yang ditengarai atau didalihkan bersebab dari kondisi struktur, atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan karena tatanan itu tak hanya menerbitkan akan tetapi (lebih lanjut dari itu!) juga melanggengkan kemiskinan di dalam masyarakat.
Sedangkan kemiskinan struktural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Padahal indicator kemiskinan tersebut seyogianya bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan mengabaikan faktor-faktor adapt dan budaya tertentu yang menghalangi seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik.
2. Untuk menjawab pertanyaan kemiskinan itu terjadi pada saat perekonomian suatu Negara mencapai puncak atau lembah, maka perlu kita lihat dulu gambar gerak gelombang conjunctur sebagai berikut :
Keterangan :
1). Boom (prosperity) suatu perekonomian dalam keadaan makmur, setiap usaha apa saja mengalami keuntungan yang memadai. Perusahaaan mengadakan ekspansi produksi dan ekspansi penjualan, serta ekspansi perekrutan tenaga kerja.
2). Resession suatu keadaan perekonomian mulai mengalami kelesuan karena keterbatasan ketersediaan bahan baku , sehingga proses produksi mulai berkurang, sehingga harga produksi akan naik, dan harga jual tentu mengalami kenaikan.
3). Depression suatu keadaan perekonomian semakin sulit memperoleh bahan baku , sehingga biaya bahan baku lebih mahal, akibatnya biaya produksi semakin tinggi dan tentunya harga jual akan semakin tinggi.
4). Stagnation suatu keadaaan perekonomian mengalami kemacetan total, karena ketidak tersediaan bahan baku , sehingga proses produksi banyak yang terhenti, akibatnya akan terjadi PHK oleh perusahaan-perusahaan.
5). Recovery suatu keadaan perekonomian mulai bangkit, bahan baku mulai tersedia,perusahaan sudah mulai beroperasi, walaupun biaya produksi dan harga pokok masih tinggi, dan harga jual masih tinggi.
6). Growth suatu keadaan perekonomian mulai tumbuh, bahan baku sudah mudah didapat, biaya produksi dan harga pokok sudah standart, sehingga harga jual merupakan harga normal.
Dengan memperhatikan gambar gerak gelombang conjuctur di atas, dapat kita ketahui bahwa perekonomian berada posisi lembah ialah suatu posisi stagnasi atau kemacetan total. Akibatnya perusahaan banyak yang kollaps dan banyaknya terjadi PHK karyawan, serta sulitnya mencari pekerjaan. Pada saat perekoniman berada di posisi resesi dan depresi, kemiskinan sudah mulai terjadi, yang puncaknya kemiskinan itu terjadi pada perekonomian berada di posisi lembah.
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain :
1). Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
2). Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
(1) Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
(2) Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
(3) Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
(4) Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
(5) Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
4. Bagaimana cara mengatasi kemiskinan di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan ?
Beberapa cara mengatasi kemiskinan di daerah perkotaan dan di daerah perdesaan antara lain :
1). Kondisi krisis berkepanjangan tanpa disadari merupakan buah hasil dari kualitas hasil pendidikan yang semakin melemah. Oleh karena itu, memerangi kemiskinan tidaklah berdasarkan kelemahan faktor ekonomi saja melainkan faktor lainnya, misalnya, pendidikan, kesehatan, budaya (termasuk peran agama yakni dakwah dan pengaktifan lembaga Badan Amal Zakat Infaq dan Shadaqah), politik, keamanan. Kesemua faktor tersebut, harus dijadikan bahan pijakan bagi pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan. Penempatan posisi low poor bukanlah penuangan psikologis akan kemunduran suatu bangsa melainkan aspek keberhasilan dalam megurangi instrumen kelemahan bangsa akan kekurangannya. tentu posisi ini, bukanlah hal untuk ditakuti. Instrumen ini harus dijadikan peletak dasar bagi perenungan pemerintah.
Kemiskinan sudah menjadi penyakit kronis yang susah untuk disembuhkan. Lihat saja, data kemiskinan dari BPS menunjukan bahwa sekitar 16,6 persen masyarakat Indonesia dibawah garis kemiskinan berbeda dengan Bank Dunia yang lebih spektakuler sekitar 42,6 persen masyarakat indonesia dibawah garis kemiskinan. Indikasi ini, menjadikan asumsi negatif bahwa, sebagian penduduk Indonesia harus diselamatkan dari berbagai penyakit miskin.
2). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) baik program PNPM-GS (GS = Generasi Sehat) dan PNPM-MP (MP = Mandiri Pedesaan) merupakan sebuah upaya untuk mengatasi kemiskinan di pedesaan karena program ini dilakukan secara terpadu dan mempertimbangkan keberlanjutan. Program PNPM telah membantu masyarakat untuk mencapai kemandirian dengan mengorganisir diri guna memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya dan mengakses sumber daya yang ada di luar lingkungannya serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi persoalan kemiskinan.
Hal yang harus menjadi perhatian adalah penekanan program PNPM pada masalah pemenuhan kebutuhan dasar melalui pemberdayaan masyarakat miskin yang ada dengan pendampingan yang terus menerus dan melekat sehingga kesehjateraan dapat tercapai. Pemberdayaan harus dilakukan terhadap kelompok masyarakat miskin dan pelaku program di tingkat desa.
Hal yang harus menjadi perhatian adalah penekanan program PNPM pada masalah pemenuhan kebutuhan dasar melalui pemberdayaan masyarakat miskin yang ada dengan pendampingan yang terus menerus dan melekat sehingga kesehjateraan dapat tercapai. Pemberdayaan harus dilakukan terhadap kelompok masyarakat miskin dan pelaku program di tingkat desa.
3). Peran pemerintah dan swasta
Kesenjangan yang kontras akan mengeksklusifkan kaum miskin dan kelompok berpendapatan rendah dari sistem sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini akan menyebabkan susutnya kepercayaan di masyarakat; hilangnya potensi kelompok berpendapatan rendah untuk berkontribusi terhadap perekonomian, yang dalam konteks Indonesia terkait dengan sektor pertanian; dan rawannya stabilitas politik. Berbagai kerusuhan sosial, misalnya, kerap terjadi dalam pola elite, memanfaatkan kelompok berpendapatan rendah dan tidak bekerja.
Peran pemerintah dalam mengatasi kesenjangan harus diletakkan dalam kerangka keadilan sosial dan realitas, Indonesia memerlukan redistribusi, bukan kekurangan sumber daya.
Intervensi yang perlu dilakukan adalah pengembangan infrastruktur pedesaan dan, jika memungkinkan, pemindahan pusat pelayanan publik serta pendidikan ke pedesaan. Selanjutnya, fasilitas peningkatan nilai tambah produksi pertanian melalui pengembangan aktivitas off-farm. Di sini, yang penting adalah desain insentif sektor swasta, yang juga dapat mengurangi tekanan penduduk perkotaan.
Kebutuhan lain adalah akses yang sama terhadap layanan pendidikan dan kesehatan sebagai medium penting perpindahan kelas sosial secara vertikal dan, dalam tingkat minimal, mencegah memburuknya kesenjangan.
Penting dijaga, semua intervensi itu jangan sampai merusak insentif sektor swasta. Meski kesenjangan merupakan salah satu dampak negatif aktivitas sektor swasta, misalnya melalui alokasi sumber daya dan insentif tenaga kerja, sektor swasta tetap berperan utama sebagai pembayar pajak, penyedia lapangan kerja, serta produksi barang secara efisien dan murah (Suryadarma dan Suryahadi, 2007).
Di luar tiga fungsi ”biasa” itu, ada dua hal yang bisa dilakukan sektor swasta. Pertama, aktif membangun rantai nilai (value chain) yang adil, misalnya, agar petani kecil mendapat keuntungan memadai dalam produksi.
Kedua, kreatif memproduksi barang yang mampu dibeli kaum miskin. CK Prahalad dalam buku The Fortune at the Bottom of the Pyramid menyatakan, hal itu tidak hanya menguntungkan kaum miskin, tetapi juga perusahaan.
Dalam kerangka itu, koreksi atas kesenjangan menjadi mungkin meski sulit dilaksanakan.
4). Contoh Penanggulangan Kemiskinan di Kota Solo
(1) Penanggulangan kemiskinan selama ini, memperlihatkan beberapa kekeliruan paradigmatik, yakni ;
Pertama, penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada aspek ekonomi dari pada aspek multidimensional. Penanggulangan dengan aspek ini mengalami kegagalan, karena kemiskinan hanya direduksi dalam soal ekonomi tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya.
Kedua, selama ini penanggulangan kemiskinan masih bersifat konsumtif ketimbang produktivitas. Penanggulangan dengan cara ini akan mengakibatkan ketergantungan. Dalam penanggulangan kemiskinan, masyarakat miskin lebih diposisikan sebagai objek dari pada subjek.
Ketiga, di samping masalah di atas, penanggulangan kemiskinan di Kota Solo masih dihadapkan pada masalah koordinasi kelembagaan. Pada tingkat pengambilan kebijakan,
(2) Penanggulangan kemiskinan yang sebaiknya membutuhkan koordinasi dari pimpinan pemerintahan (Walikota atau Sekda). Pihak yang dilibatkan terdiri atas jajaran kepala-kepala dinas dan badan-badan pemerintahan. Selain itu juga perlu melibatkan perbankan, pihak swasta, perguruan tinggi, serta LSM. Lembaga-lembaga tersebut perlu turut mendukung penanggulangan kemiskinan sesuai bidang, keahlian dan kewenangannya masing-masing.
Pertama, Pemkot Solo perlu merancang program pengentasan kemiskinan yang pendanaannya berasal dari pemerintah daerah, swasta, dan pemerintah pusat. Contohnya program pengentasan kemiskinan yang dananya murni bersumber dari APBD Kota Solo. Program Gerakan Cinta Keluarga Miskin (Gentakin) yang dananya bersumber dari pihak swasta. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang sumber dananya berasal dari APBN.
Kedua adalah, program Usaha Ekonomi Kerakyatan (UEK) Simpan Pinjam dengan sharing dana antara Pemkot Solo dengan Pemprov Jateng.
Di samping itu, program penanggulangan kemiskinan di Solo lebih ditujukan untuk mendorong pemberdayaan masyarakat. Maka, Pemkot perlu memberikan program kecakapan hidup (life skill) di jalur pendidikan nonformal yang ditujukan untuk masyarakat miskin, saat ini semakin diharapkan karena program kecakapan hidup dapat memenuhi kebutuhan belajar masyarakat miskin.
Ketiga, meningkatkan fungsi dan peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang partisipatif. Berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang ditindaklanjuti dengan SE Mendagri Nomor 142.6/3186/SJ, pemerintah daerah wajib menyusun dokumen strategi dan menempatkan elemen masyarakat di dalamnya. Tim ini sangat penting bagi Pemkot Solo dan suara masyarakat miskin harus masuk di dalamnya. Sehingga, kebijakan yang akan dibuat bisa langsung dirasakan masyarakat miskin.
Adanya TKPKD, diharapkan menjadi pusat koordinasi agar program-program penanggulangan kemiskinan lebih mengarah dan optimal. Koordinasi tersebut juga mencegah program satu dan yang lain saling tumpang tindih.
Keempat, kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan penataan sistem ekonomi makro, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar warga, perwujudan keadilan dan kesejahteraan gender, serta pengembangan wilayah untuk mendukung pemenuhan hak-hak dasar warga.
Kelima, Walikota Solo sangat diperlukan dalam fungsi koordinasi dan memantau penanggulangan kemiskinan. Secara berkala, walikota tetap harus mengadakan koordinasi dengan jajaran kepala-kepala instansi yang ditugasi melaksanakan program penanggulangan kemiskinan.
Kepala-kepala dinas/badan-badan pemerintahan cenderung lebih memprioritaskan perhatiannya pada program-program yang diperhatikan pimpinan di atas mereka. Mungkin hal itu ada hubungan budaya ewuh pakewuh sesama pimpinan yang setara atau tidak enak jika program-program yang dilakukan di instansinya terbaca pihak luar. Karena itu, fungsi koordinasi kepala pemerintahan sangat penting. Tanpa komitmen kuat dari kepala pemerintahan, penyatuan program penanggulangan kemiskinan yang seharusnya dapat menjadi efektif mungkin akan kembali mengalami kegagalan.
Keenam, mengoptimalkan peran dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Disnaker berfungsi untuk melatih calon tenaga kerja dan pembekalan keahlian hidup. Dikpora untuk peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Disperindag dan PM untuk promosi serta koperasi dan UKM untuk bantuan modal. Kelima, perlu ada sinergi dan kerja sama yang terpadu antara SKPD, perbankan, akademisi, LSM, pihak swasta, serta masyarakat miskin itu sendiri.
Keenam, mengoptimalkan peran dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Disnaker berfungsi untuk melatih calon tenaga kerja dan pembekalan keahlian hidup. Dikpora untuk peningkatan kualitas pendidikan dan SDM. Disperindag dan PM untuk promosi serta koperasi dan UKM untuk bantuan modal. Kelima, perlu ada sinergi dan kerja sama yang terpadu antara SKPD, perbankan, akademisi, LSM, pihak swasta, serta masyarakat miskin itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar, tulis nama anda setelah anda mengomentari